Kumpulan Pantun Anak-Anak dan Pantun Remaja Klasik

KUMPULAN PANTUN DAN PUISI

 

 

 

 

 

Pengantar


Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla, atas karunianya sehingga kami memiliki stamina untuk terus mempersembahkan artikel-artikel pantun. 

Untuk memahami nilai-nilai budaya bangsa, maka dengan mempelajari pantun, puisi, pribahasa, dan sastra Indonesia sangatlah diutamakan, karena jenis sastra adalah bagian dari kekayaan budaya bangsa ini. 

Oleh karena itu artikel ini yang berupa kumpulan puisi lama, puisi baru, dan puisi modern yang dilengkapi dengan aneka kata mutiara beserta peribahasa Indonesia ini agar pengetahuan masyarakat tentang sastra bissa di atasi. 

Dengan hadirnya www.pantunseribu.blogspot.com ini diharapkan menjadi tambahan bagi masyarakat untuk mendapat pengetahuan mengenai budaya pantun.


PANTUN

Syarat-syarat pantun sebagai berikut:

  1. Terdiri dari empat baris.
  2. Tiap-tiap baris terdiri dari 8 sampai 10 suku kata.
  3. Dua baris yang pertama disebut sampiran, dua baris berikutnya disebut isi.
  4. Pantun mementingkan rima akhir, maksudnya bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat. 
Contoh:

Kalau ada sumur di ladang
boleh aku menumpang mandi
kalau ada umurku panjang
boleh kita berjumpa lagi


KLASIFIKASI PANTUN

Berdasarkan isinya pantun dapat dibedakan:

  • Pantun Anak-Anak
Contoh:

Berburu ke pada datar
mendapat rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
bak bunga kembang tak jadi


  • Pantun Anak Muda
Contoh:

Jika pandai meniti buih
selamat badan ke seberang.
Jika tuan menaruh kash
boleh tuan datang bertandang.

  • Pantun Orang Tua
Contoh:

Bunga bakung di tepi kali
Sungguh indah dan menawan
Buat apa berilmu tinggi
Bila ditidak diamalkan.


  • Pantun Jenaka

Contoh:

Sungguh enak asam belimbing
tumbuh dekat tepi telaga
Sungguh enak berkawan sumbing
biar marah tetap tertawa


  • Pantun Teka-Teki
Contoh:

Buat apa bersedih hati
menanti kawan belum tiba
kalau tuan bijak bestari
kuda apa berkaki dua

Berdasarkan bentuknya pantun dibedakan menjadi:

  • Pantun Biasa. Seperti contoh yang telah dikemukakan di atas disebut pantun biasa.
  • Pantun Berkait. Disebut juga pantun berantai atau seloka. Pantun berkait terdiri dari beberapa bait yang sambung menyambung.
  • Talibun. Talibun semacam pantun juga, tetapi terdiri dari enam, delapan, atau sepuluh baris. Bila terdiri dari enam baris, maka tiga baris pertama merupakan sampiran, tiga baris berikutnya merupakan isi. 
  • Pantun Kilat. Ialah pantun yang terdiri hanya dua baris saja, baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi.


PANTUN ANAK-ANAK

Pantun Bersuka Cita

Cerana patah dipijak, 
patah dipijak 'ncik siti
Saya ini bukannya bijak
Tambahan tidak mengerti.

Batang perapat saya runtuhkan
Berangan di atas kota
Seberang dapat saya pantunkan
Jangan pula saya dikat

Cina gemuk membuka kedai
Menjual embeh dengan palu
Bertepuk adikku pandai
Boleh diupah dengan susu

Berangan di atas kota
Cerana patah dipijak
Jangan pula saya dikata
Karena saya bukannya bijak

Cempedak di luar pagar
Tarik galah tolong jolokkan
Saya budak baru belajar
Kalau salah tolong tunjukan

Buah ara batang dibantun
Mari dibangun dengan arang
Hai saudara dengarlah pantun 
Pantun tidak mengata orang

Apa sesal padanya tudung
tudung saji terendak bantan
Apa sesal padanya untung
Sudah takdir pendapatan di badan

Dari petani pulang ke Padang
membawa unggas bergombak bauk
Pergi pagi pulang petang
membawa beras upah menumbuk

Asam jawa tumbuh di pagar
Berbuah dalam musim penghujan
Kalau tidak menaruh sabar
wallahu a'alm bagian badan

Diatur dengan duri pandan
Gelombang besar membawanya
Melihat yang pergi berjalan
etah kapan kembalinya

Anak beruk di tepi pantai 
Masuk ke bendang memakan padi
Biar buruk kain dipakai
asalkan pandai mengambil hati

Dimana ada takkan lusuh
padi basah tidak ditampi
Bagaimana hati tidak kan rusuh
Bunda hilang bapak berbini

Dari Padang ke Tangsi Curup
automobil berbunyi rebut
Hari petang pintu tertutup
diipanggil bunda tidak menyahut

Elok rupanya kumbang janti
dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
melihat itu sudah datang

Jawi hitam tidak bertanduk
memakan rumput di atas mungu
Lihatlah ayam tidak bertanduk
demikian hidup anak piatu

Emas urai dalam geleta
Kain pendukung koyak di bendi
Biar berurai air mata
Ayah kandung tidak peduli

Juragan bernama Sutan Tahrir
muat beras bercampur pulut
Selama adikku lahir
Telah boleh kawan bergelut

Hanyutlah dari pulau kukus
Laba-laba beribu-ribu
Apa kehendak tiada tulus
tambahan tidak menaruh ibu

Hanyut batang berlilit kumpai
terdampar di ujung Tanjung Jati
Bunda pulang bapa pun sampai
kami semua berbesar hati

Hiu beli blanak beli
udang di Manggung beli pula
Adik benci kakakpun benci
orang di kampung dibenci pula.

Kulit lembu celupkan samak
mari dibuat tapak kasut
Harta dunia jangalah tamak
kalau mati tidak mengikut

Lacauan kain selendang 
pandan terjemur di ujung pagar
Kawan bermain sama gendang
badan tidur bergulung tikar

Kayu rusak ambil petanak
masaklah pauh diperam serang
Baju tidak celana tidak
kakak jauh dirantau orang

Kita menari di luar bilik
Sebarang tari kita tarikan
Kita bernyanyi adik beradik
Sebarang nyanyi kita nyanyikan

Kelapa muda makan di sawah
tuah haji duduk sembahyang
Ketika bermuka dengan ayah
ibu tiri berupa sayang

Maulah kami hendak melapun
lapun di bawah limau lungga
Maulah kami hendan berpantun
pantun sebuah hilang pula

Sayang pisang tidak berjantung
bunga keluar dari kelopak
Penat sangat ibu mendukung
adik juga tak mau gelak
Baca Juga

    Manis sungguh tebu seberang
    dari akar sampai ke pucuk
    manis sungguh mulut orang
    kita menangis jadi terbujuk

    Pisang mas di bawa berlayar 
    Masak sebiji di atas peti
    Utang emas boleh dibayar 
    utang budi dibawa mati

    Orang Bandung memintal kapas  
    anak cinta berkancing tulang
    Ayang kandung pulanglah lekas
    Ananda rindu bukan kepalang

    Padi pulut di dalam bendang
    banyak rumput dari jerami
    Mulit kita disuapi pisang
    ekor dikait dengan duri

    Rumpun buluh dibuat pagar
    cempedak dikerat-kerati
    Maklumlah pantun saya belajar
    saya budak belum mengerti

    Tiada boleh menetak jati
    papan di Jawa dibeleh-belah
    Tiada boleh kehendak hati
    kita dibawah perintah Allah


    Pantun Berduka Cita

    Asam berbuah musim penghujan
    pinang tua tidak membeli
    wallahu a'alm bagian badan
    sebab 'rang tua tidak peduli

    Asam jawa tumbuh di pagar
    beruah dalam musim penghuan 
    Kalau tidak menaruh sabar 
    wallahu alam bagian badan

    Benang tidak sutera tidak
    bunga raya kuntum salikin
    Uang tidak serba tidak
    apa daya untung miskin

    Beringin di tepi kolam
    tampakah dari rumah bola
    Nasi dingin air bermalam
    itu makanan anak sekolah

    Besar buah pisang batu
    jatuh melayang selaranya
    Saya ini anak piatu
    sanak saudara tidak punya

    Berbuah kedempung di kuala
    sayak dipenggal pengganti cawan
    Aayang kandung berbini muda
    anak ditinggal tidak berkawan

    Bunga cempaka ditebang rebah
    kakinya sudah bercendawan
    Bunda kita pergi ke pasar
    adik di rumah tidak berkawan

    Daun manggis bertali-tali
    capa dikarang dengan ijuk
    Meskipun menangis berkali-kali
    tidak siapa datang membujuk

    Elang berkuli tengah hari
    Cendrawasih mengirai kapak
    Alang sakitnya berbapak tiri
    Awak menangis disangkanya gelak

    Hari beresok ke selasa
    orang bajur pergi ke pekan
    hari beresok ke hari raya
    benang sebuhul tidak diberikan


    PANTUN REMAJA

    Pantun Dagang/Pantun Nasib

    Anak udan meniti batang
    beraksa dahan terlampai
    Melihat bulan berpagar bintang
    bagaikan rasa hendak dicapai

    Ambil bulu pagarkan padi
    raib disambar barata kala
    hancur luluh rasanya hati
    bertemu itu kalanya bila

    Anak pergam punai tanah
    gila bertimba mangkuk jua
    sejengkal tinggi dari tanah
    gilakan untuk mabuk jua

    Anak ikan si ketumbah
    makan di tasik ikan terasi
    Sakit badan dilamun ombak
    nyawa bergantung di sauh besi

    buah kedondong di dalam peti 
    anak pergak di pucuk pauh
    Tidak tertanggung rasanya hati
    menaruh dendam dari jauh

    buah cempedak dari seberang 
    dibawa orang ke indragiri
    Bukan kehendak daripada orang
    Kehendak dari badan sendiri

    Bunga senduduk buat kiriman
    Dari Gresik ke Surabaya
    Jikalau duduk yang demikian
    wahai nasib apalah daya

    bangkahulu pasarnya lenggang 
    sebab sukar tempat membeli
    Dahulu badan betul senang
    kini serasa jadi kuli

    Bunga di karang di dalam kebun
    kebun permainan Raja Judah
    Saya tidak tahu berpantun
    Mohonkan ampun barang yang salah

    beradu dalam sultan agung 
    keduanya itu menjadi ratu
    Tertawa saja umpang di gunung
    bilakah boleh umpan

    Baik dikelim kembang kelapa
    ikan belanak pada siapa
    mau dikirim pada siapa
    tiada sanak tiada saudara

    Ditanam oleh raja yang sakti
    permata intan dari kompeni
    hancur luluh rasanya hati
    entah-entah dengan begini

    dewa angkasa edar berperang 
    dang teja berladang padi
    Tiada kuasa berdendam seorang
    suatu kerja tidak menjadi

    Dang lela mandi di kali
    terserak liamu, langir kasainya
    Sedang ketika begini dini hari
    terkenang pelaku perangainya

    dulang tembaga dari siam 
    buah cempedak di atas batu 
    Menaruh dendam dalam diam
    hati berkehendak saja begitu

    Dari hilir sampai ke hulu
    Singgah mengait buah berembang
    Dari tidak pikir dahulu
    sebab mengikut hati yang bimbang

    Dari tarusan hendak ke Bayang
    lada dimana saya kisarkan
    Sudahlah nasib dirundung malang
    kepada siapa hendak saya katakan

    Dahan melampaui ke belukar
    ditanam oleh raja yang sakti
    Adikku duduk di tempat sukar
    sangatlah gundah di dalam hati

    Mata sedih matanya sendu
    Hilangkan duka pergi ke laut
    Berat sungguh menanggung rindu
    Bagaikan berperang melawan maut 

    Anak desa pergi ke kota
    Pergi bawa setumpuk batu
    Dalam hati penuh cinta
    Kapankah kiranya bisa bersatu

    Wilmana di atas gunung
    Penyengat tergantung tinggi
    Gundah gulana duduk termenung
    akan teringat akan si jantung hati


    Sumber: Kumpulan Pantun dan Puisi Lama, Cemerlang Surabaya







     

    Related Posts

    There is no other posts in this category.